Bisnistoday.com, Jakarta-Menjadi tahun yang penuh tantangan karena pertumbuhan ekonomi dunia, dan  domestik diperkirakan melambat akibat berkepanjangannya perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta turun harga komoditas. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2019 hanya sebesar 2,6% lebih rendah dibandingkan prediksi awal sebesar 2,9%. Perlambatan tersebut direspon sejumlah Negara dengan kebijakan moneter yang berdampak pada industri perbankan.

Menindaklanjuti hal tersebut Bank BTN telah melakukan kajian ekonomi makro dengan mengubah asumsi makro dimana pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dari asumsi awal, sehingga BI 7days reverse repo rate diperkirakan terus turun seiring dengan inflasi yang relatif stabil. Kajian internal tersebut mendasari perubahan bisnis Bank BTN.

“Penyesuaian Rencana Bisnis Bank (RBB) perlu dilakukan karena mempertimbangkan kondisi  makro ekonomi yang ada dan melihat perkembangan industri perbankan dalam negeri yang cenderung mengalami pengetatan likuiditas,” demikian kata Direktur Utama Bank BTN, Maryono di Jakarta, Jumat (19/7).

Maryono menjelaskan, ada sejumlah penyesuaian RBB dengan mempertimbangkan kinerja bisnis perseroan. Adapun perubahan RBB meliputi pertumbuhan kredit hingga akhir tahun yang diprediksi akan berkisar 10-12% , sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) diprediksi juga tumbuh di level yang sama yaitu 10-12%, dan aset ditargetkan bisa tumbuh di kisaran 8-10%.  “Target pertumbuhan DPK dan kredit kami masih di atas RBB industri perbankan yang berada di angka 9-11% untuk kredit dan DPK yang hanya tumbuh 7 hingga 9%, kami optimistis kinerja Bank BTN tetap dalam jalurnya atau on track,” kata Maryono.

Sejumlah strategi dijalankan Bank BTN untuk meraup pendanaan dan meningkatkan pertumbuhan kredit. Untuk Pendanaan, Bank BTN melakukan kombinasi antara dana dari wholesale funding seperti penerbitan obligasi berkelanjutan tahap II  dan mengejar dana murah dari produk tabungan dan deposito.

Maryono optimistis Bank BTN dapat mengejar pertumbuhan kredit pada paruh kedua tahun ini karena penyaluran kredit per Juni 2019 sudah sejalan dengan rencana perseroan. Adapun segmen kredit yang digenjot adalah KPR non subsidi, kredit komersil dan  kredit konstruksi.  Stimulus pertumbuhan kredit pada semester kedua tahun ini, menurut Maryono, antara lain, kebijakan Bank Indonesia seperti pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) dan baru-baru ini, BI juga telah memangkas suku bunga acuan atau BI 7days reverse repo rate menjadi 5,75%,  permintaan kredit terutama properti yang masih tinggi, serta stabilnya suhu politik pasca Pemilu Presiden lalu.

 Lebih lanjut pada RBB, Maryono juga menyampaikan revisi dari target rasio perbankan diantaranya,  Rasio Kecukupan Modal dan rasio kredit macet dengan tetap menyesuaikan dengan aturan regulator. Untuk Capital Adequate Ratio (CAR) ditargetkan Maryono bisa bertahan pada kisaran 17-19%  dan Non Performing Loan atau NPL gross tetap dijaga di bawah 2,5%. “Pengendalian NPL kami lakukan lewat pelelangan agunan yang tidak perform kepada developer maupun ke investor properti,” kata Maryono.

Sementara terkait dengan aksi korporasi, Bank BTN akan menjalankan rencana yang sudah ditetapkan diantaranya mengakuisisi Perusahaan Modal Ventura untuk menjadi “vehicle” untuk memiliki saham di LinkAja, dan akan menuntaskan akuisisi PT PNM Investment Management.

 

 

 

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *