Bisnistoday.com, Jakarta-PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk memacu penyaluran Kredit Pembiayaan Rumah Sejahtera Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR Sejahtera FLPP). Bank yang fokus pada sektor perumahan ini mencatat penyaluran baru KPR Sejahtera mencapai 13.192 unit per Januari 2022, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 2.302 unit.
Rinciannya, dari total 13.192 unit yang berhasil dibukukan, 11.117 unit diantaranya adalah KPR Sejahtera konvensional. Penyebaran penyaluran KPR Sejahtera FLPP sendiri terbesar di Jawa, disusul wilayah Sumatera kemudian Sulawesi dan Maluku.
“Bank BTN menjadi yang terdepan karena kami mengoptimalkan seluruh kanal distribusi untuk KPR Sejahtera, bekerjasama dengan developer, para agen properti serta menyelenggarakan akad KPR Sejahtera secara massal di seluruh Kantor Cabang Bank BTN,” kata Direktur Utama Bank BTN, Haru Koesmahargyo di Jakarta, Senin (31/1).
Untuk memperlancar proses penyaluran KPR Sejahtera, Haru menambahkan, Bank BTN tak segan melakukan upaya “jemput bola”.
Dengan dibukanya keran FLPP tanpa kuota, Haru mengaku Bank BTN menerapkan strategi “all out”, misalnya menggalang kerjasama dengan swasta maupun instansi yang memiliki debitur potensial sesuai dengan persyaratan Bank BTN, menggandeng para developer yang mulai aktif melakukan penjualan dan membuka lahan baru untuk dibangun perumahan subsidi.
“Saat ini, semua Bank berkompetisi untuk dapat memenangkan pasar KPR Sejahtera, karena itu Bank BTN dengan pengalaman yang panjang memberikan kualitas pelayanan kredit yang lebih baik dan cepat akan menjadi nilai tambah,” kata Haru.
Di samping itu, Haru menjelaskan, Bank BTN terus mencari pasar yang potensial untuk penyaluran KPR Sejahtera FLPP maupun program KPR Subsidi yang lain. Untuk itu, Bank BTN tengah melakukan kajian terutama bagi pekerja sektor informal seperti pedagang pasar, nelayan, dan lain sebagainya.
“Kami baru-baru ini bekerjasama dengan BP Tapera dan komunitas pekerja informal untuk mengkaji program pembiayaan perumahan yang tepat bagi mereka,” kata Haru.
Haru menilai kajian tersebut dapat memberikan rincian mengenai isu utama pembiayaan perumahan bagi para pekerja informal seperti karakteristik dari penghasilannya, kemampuannya untuk membayar angsuran dan menabung sehingga menghasilkan skema yang tepat untuk program pembiayaan perumahan melalui jalur mandiri di BP Tapera.
“Dengan Kerjasama bersama BP Tapera, diharapkan semakin luas dan banyak para pekerja sektor informal yang dapat mengakses pembiayaan perumahan,” kata Haru.
Untuk pekerja informal, Bank BTN telah melakukan sejumlah upaya untuk memperluas pembiayaan perumahannya, khususnya KPR Subsidi, diantaranya dengan tukang cukur yang terhimpun dalam Persaudaraan Pangkas Rambut Garut (PPRG), mitra pengemudi ojek online, Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso di Semarang dan marbot masjid.
“Kami membuka kerjasama seluas-luasnya bagi perusahaan, komunitas yang mengayomi para pekerja informal, kata Haru.
Haru melanjutkan, Bank BTN juga berkolaborasi dengan sejumlah komunitas pekerja informal untuk menggagas proyek terkait layanan jasa perbankan bagi komunitas pekerja informal. Sebagai langkah awal dari proyek tersebut, Bank BTN beberapa pekan lalu menandatangani Nota Kesepahaman antara PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. dengan Asosiasi Sektor Informal Berbasis Komunitas tentang Proyek Inisiasi Layanan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Pinjaman Kepada Segmen Informal Berbasis Komunitas.
Nota Kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Ketua dari beragam komunitas yaitu Ketua Umum Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (HIPMIKINDO), Syahnan Phalipi, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri, Ketua Umum ASMI Women Empowerment, Jurika Fratiwi dan Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPI), Abdullah Mansuri memiliki harapan besar dengan kerjasama ini, masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya pedangan pasar mendapat akses permodalan untuk perumahan, bahkan bisa sampai 0 persen bagi pekerja dengan penghasilan di bawah Rp 8 juta perbulan.
“Kita semua tahu bahwa pedagang pasar tidak memiliki rumah, masih kontrak dan misal satu rumah dihuni banyak keluarga, IKAPPI dan organisasi berharap ada program perumahan yang sesuai bagi mereka,” tutupnya.