Bisnistoday.com, Surakarta-PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menyatakan telah berhasil melakukan efisiensi sebesar Rp150 miliar tahun ini dengan melakukan digitalisasi dalam pengelolaan SDM. Salah satunya dengan menerapkan e-learning kepada pegawai yang akan dipromosikan.
“Dengan e-learning kami bisa menghemat sekitar Rp80 miliar, ini berhasil dari efisiensi biaya akomodasi dan tiket peserta learning. Ini jumlah yang cukup besar dan tentu berimbas kepada penurunan biaya operasional,” ujar Direktur Strategic Human Capital BTN Yossi Istanto saat memberikan kuliah umum di Universitas Sebelas Maret (UNS) di Surakarta, Selasa (15/10/2019).
Yossi mengatakan, dengan penghematan tersebut, BTN berhasil meningkatkan penghasilan pegawai meskipun kondisi keuangan perseroan sangat ketat.
Untuk itu, pengelolaan SDM akan terus mengimplementasikan sistem digital sehingga bisa berdampak positif terhadap kinerja perusahaan dan kesejahteraan pegawai.
“Inisiatif ini kami lakukan agar tercipta human capital yang handal dan mampu membawa Bank BTN beradaptasi serta meningkatkan produktivitas usaha di era industri 4.0,” jelasnya.
Yossi mengatakan, BTN telah banyak berbenah dalam mengelola pegawai atau SDM sebagai aset penting bagi perusahaan. Adapun inovasi yang dilakukan mulai dari proses perekrutan pegawai hingga pengembangan karir untuk menjadi pemimpin perseroan.
“Era disrupsi membuat perusahaan harus berinovasi jika ingin tetap hidup. Proses bisnis dan produknya juga perlu dilakukan inovasi,” katanya.
Dihadapan ratusan mahasiswa UNS, Yossi mengungkapkan, era disrupsi memunculkan peluang dan tantangan baru yang membuat bisnis memerlukan transformasi di bidang digital. Transformasi ini harus didukung dengan peningkatan kompetensi SDM.
“Peluang dan tantangan baru ini yang banyak membuat anak muda ingin menjadi entrepreneur,” paparnya.
Menurut Yossi, menjadi entrepreneur merupakan salah satu pilihan yang bisa diambil di era disrupsi, mengingat rasio pengusaha di Indonesia masih sedikit dibandingkan jumlah penduduk sekitar 3,1%.
Salah satu sektor yang menarik adalah menjadi pengembang properti mengingat masih besarnya potensi pengembangan perumahan dengan harga rumah yang terus naik.
“Oleh karena itu menjadi entrepreneur di bidang properti merupakan pilihan yang sangat menjanjikan. Kami mengajak para mahasiswa untuk menjadi pengusaha properti, karena imbal hasilnya sangat menguntungkan,” tegas Yossi.
Dia menjelaskan, BTN sebagai bank fokus bidang perumahan mendorong penciptaan entrepreneur di bidang properti secara komprehensif melalui program pendidikan dan produk pembiayaan.
Untuk program pendidikan BTN telah mendirikan School of Property dan Mini MBA in Property.
“Bank BTN akan membantu bagi yang ingin menjadi entrepreneur di bidang property melalui tahapan pembelajaran untuk bisa menjadi developer masa depan,” ungkap Yossi.
Dia menuturkan, bisnis di bidang properti masih menghadapi berbagai tantangan seperti backlog dan kapasitas penyediaan rumah, namun masih banyak potensi yang dapat dikembangkan untuk memperluas potensi bisnis. Adapun tantangan sekaligus peluang di sektor properti yakni angka backlog yang masih cukup besar sekitar 11,4 Juta rumah yang menunggu untuk segera diselesaikan.
Penyelesaian backlog perumahan, lanjut Yossi, diharapkan bisa memiliki multiplier effect terhadap 136 subsektor Industri yang berujung pada pertumbuhan PDB.
Selain itu masih ada gap antara kebutuhan rumah baru yakni sekitar 800.000 unit per tahun dengan kapasitas bangun pengembang yang hanya 250.000-400.000 unit per tahun.
Yossi menambahkan dukungan pemerintah baik dari kementerian maupun regulator untuk mendorong sektor properti sangat besar. Tumbuhnya kelas menengah di Indonesia juga merupakan peluang karena mereka memiliki potensi ekonomi yang besar.
“Rasio Mortgage to GDP Indonesia baru 2,9%, berarti masih banyak ruang bisnis perumahan yang bisa dikembangkan,” papar Yossi.
Sementara itu, Rektor UNS Jamal Wiwoho mengungkapkan, era disrupsi telah membuat ketidakpastian terjadi pada dunia usaha. Hal ini bisa terlihat dari bisnis yang dulu berjaya, namun saat ini telah hilang atau terdisrupsi karena perkembangan teknologi.
“Makanya mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan agar bisa beradaptasi dengan era disrupsi. Kalau pun mereka menjadi pengusaha, bisa bersaing dalam kondisi saat ini,” tegas Jamal.
Pada kesempatan yang sama ekonom Indef Bhima Yudisthira menuturkan, untuk menjadi pengusaha yang sukses, mahasiswa perlu melakukan riset pasar. Hal ini agar mereka memahami peluang kebutuhan konsumen, bisa berkolaborasi dengan keahlian yang beragam serta membentuk tim yang solid. “Dan pelajari kegagalan dari startup- startup sebelumnya,” katanya.