Bisnistoday- Pengadilan Negeri Jakarta Barat kembali menggelar sidang kasus mafia tanah yaitu dugaan pemalsuan dokumen dan surat tanah dengan terdakwa mantan Presiden Direktur Jakarta Royale Golf Club, Muljono Tedjokusumo.

Sidang lanjutan tersebut yaitu melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa oleh majelis hakim, jaksa penuntut umum dan juga pihak kuasa hukum terdakwa. Kasus dugaan pemalsuan dokumen surat tanah, terdakwa Muljono Tedjokusumo duduk di kursi pesakitan memberikan keterangan dihadapan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (10/4/2019) siang.

Kepada Ketua Majelis Hakim, Terdakwa mafia tanah tersebut mengaku mengurus 4 surat (surat tanah). Saat itu, terdakwa mengaku hanya mendapat giriknya saja di Gang Pandan. Terdakwa mengaku membeli lewat Masludi yang mengurus pembebasan lahan. Satu hamparan itu 4 surat, girik no 77, 577, 866 dan 625. “Itu sekitar tahun 1994,” katanya.

Pada waktu itu yang diperlihatkan 3 AJB, dan itu fotocopy-an AJB. Itu didapat dari Kecamatan Kebon Jeruk. AJB no. 1242, 1248, 1209.

“Saya justru menyuruh Musnal untuk mencari aslinya,” ujar Muljono. Jadi kata Muljono, yang menyiapkan surat-surat adalah Musnal. Seperti surat fisik, keterangan RT/RW. Dimana dalam kepengurusan surat-surat dirinya tidak ikut. Bahkan oleh BPN akan dibuatkan surat, akhirnya terbit sertifikat No. 4460, 4469, 4461 dan 4476. Maret 2014 jadi, dan April 2014 Musnal meninggal dunia.

Terdakwa sebelumnya, memberikan kuasa kepada Musnal untuk mengurus 4 sertifikat tersebut. Hingga kasus itu muncul dan dia ada pemanggilan ke kantor polisi. Dimana kata polisi, dia yang telah memberi kuasa kepada Musnal (semasa hidup).

“Saya tidak pernah membuat Akta, dan bukan tandatangan saya. Tandatangan palsu,” katanya. Dia juga ditanyai polisi bahwa kepemilikan tanah itu tahu milik siapa?.

“Saya sempat dimasukin sel. Dan tadinya saya tidak mau menandatangani BAP,” ungkapnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Okta lanjut mencecar pertanyaan, disebutkan oleh jaksa pada girik 77, 577, 866, 625 dimana lokasinya?. Terdakwa menjawab kini sudah jadi sertifikat, waktu itu hanya 3 sertifikat.

Okta kembali menanyakan, ketika bapak memberikan kuasa kepada Musnal, apakah 4 girik diserahkan ke Musnal?.

“Girik tetap saya pegang,” ujar terdakwa. Terdakwa mengaku, untuk 4 girik, dan dirinya baru lihat girik itu, setelah dipanggil polisi. Dan dia juga belum pasti mengetahui letak lokasi girik tersebut. “Karena belum ada pengukuran oleh BPN,” lanjut jaksa.

Kemudian sambung jaksa, yang menandatangani dokumen 625?, tidak. “Saya tahu setelah diperiksa polisi,” kata terdakwa.

Kemudian JPU menunjukkan berkas-berkas di depan persidangan. Sambil menunjukkan bukti penandatanganan oleh terdakwa, hitam diatas putih kepada ketua majelis hakim. Dimana pada tandatangan itu, diakui terdakwa ada perubahan. Terdakwa juga mengaku, ada tandatangan yang tidak dia tandatangani.

“Dan ini persil 578 ya Pak, bukan persil yang bapak bawa,” kata jaksa.

Terdakwa tanpa membaca isi surat, melakukan tandatangan itu. Jaksa mencecar kembali pertanyaan, untuk kepengurusan 4 sertifikat atau 3 sertifikat?. “Tadinya 3 sertifikat, dan justru saya tinggal teken-teken saja,” ujar terdakwa.

JPU menegaskan, saudara (terdakwa) sering mengurus tanah, sertifikat keempat dilihat tidak (saat itu). Tanpa ada data pendukung pun sertifikat tetap muncul.

“Saya sudah bayar, dibeli lewat Notaris,” akunya akui sertifikatnya itu bermasalah.

Dimana Muljono Tedjokusumo mengakui bila empat sertifikatnya bermasalah. Hal itu ia tuangkan dalam Berita Acara Pidana (BAP) Kepolisian.

“Saya mendatanginya dan didampingi pengacara,” kata Tedjo saat disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (10/4/2019).

Muljono Tedjokusumo didakwa melanggar pasal 263 dan 266 KUHP oleh Bareskrim Polri seperti tertuang Laporan Polisi nomor LP 261/III/2016/Bareskrim tanggal 14 Maret 2016 dan LP 918/IX/2016/Bareskrim tanggal 7 September 2016. Ia dilaporkan oleh H. Muhadih, Abdurahman dan ahli waris Baneng.

Dihadapan Ketua Majelis Hakim, Sterly Marlein. Kesaksian Tedjo berbelit. Ia sempat membantah sertifikatnya palsu. Namun saat di sudutkan sejumlah pertanyaan oleh hakim dan JPU, Octa. Ia kemudian tak menampik bahwa empat sertifikat miliknya nomer 4460, 4459, 4461, dan 4476 bermasalah beberapa tahun terakhir.

Dari desakan sejumlah pertanyaan Hakim, Tedjo mengakui bermasalahnya sejumlah sertifikat terjadi setelah dirinya melakukan pengurusan melalui temannya, Musnal. Kala itu, Tedjo membeli sebuah lahan di kawasan Gg Pandan, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat periode 2012.

Disitulah terungkap terdapat empat girik hingga munculnya empat sertifikat atas nama dirinya. Meski demikian, terhadap pengurusan itu, Tedjo mengaku tidak mengetahui, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Musnal.

“Dia yang mengetahui. Saya hanya tanda tangan aja,” ujar Tedjo sembari menjelaskan Musnal telah meninggal.

Terkait soal tanah dan sertifikatnya bermasalah, Tedjo mengakui dirinya tidak menyadari. Selama proses pemberkasaan dan pelengkapan pembuatan sertifikat, ia mengaku tidak pernah mengecek berkas maupun dokumen.

“Yah saya menyesal saat ini,” keluhnya. Kini dari empat sertifikatnya yang telah terbit, Tedjo mengakui ada beberapa yang tidak di tandatangani. Barulah, setelah di desak dan disodori bukti dokumen oleh Hakim, ia mengakui bahwa semakin tua tandatangannya kian simple. Hal ini membuat tandatangannya berubah.

Sidang sendiri akan dilanjutkan dua pekan setelah pemilu 2019. Dalam sidang nantinya, JPU rencananya akan menuntut Tedjo lantaran dianggap melakukan penggelapan dokumen. dw

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *