BISNISTODAY.COM-Jababeka Group merespon positif program revolusi industri pemerintah “Making Indonesia 4.0”. Dengan implementasi revolusi industri ini, diyakini industri manufaktur nasional akan lebih berdaya saing.
Founder Jababeka Group, S.D. Darmono, mengatakan untuk menghadapi revolusi industri ini mutlak diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif, salah satunya melalui pendidikan di tingkat universitas. Hanya saja terdapat beberapa kelemahan pada institusi pendidikan nasional terutama di level universitas. Menurutnya belum banyak universitas nasional yang benar-benar siap untuk mencetak SDM yang kompetitif untuk menghadapi perubahan industri.
Sebagai founder President University di Kawasan Industri Jababeka (KIJA), Darmono mengatakan perlu ada tiga perubahan mendasar agar SDM Indonesia siap memaksimalkan revolusi industri. Yang pertama melalui perubahan mentalitas dan sikap dari peserta didik sendiri untuk tidak mudah pasrah terhadap keadaan.
“Ini merupakan fundamental, sikap dari anak – anak kita sendiri harus berubah menghadapi revolusi industri ini, mungkin perlu lebih banyak hal – hal yang beda dari sebelumnya. Anak-anak ini harus terus mengasah keterampilan untuk bisa bekerja multiskill,” kata Darmono dalam diskusi “Masa Depan Perguruan Tinggi Menghadapi Industri 4.0” di Menara Batavia, Jakarta, Selasa (4/9).
Selain itu, lanjut Darmono, institusi pendidikan mulai dari sekolah tingkat dasar hingga universitas harus mau merubah diri terkait cara belajar mengajar, merubah kurikulum dan metode pendidikan yang disesuaikan dengan tuntutan zaman khususnya disesuaikan dengan kebutuhan industri. Dia mengapresiasi langkah pemerintah yang mengintensifkan pendidikan vokasi link & match. Menurutnya hal itu menjadi salah satu strategi untuk mengubah pola pendidikan nasional yang sesuai dengan kebutuhan industri.
“Ubah cara mengajar di kelas, karena sekarang ini anak-anak tidak butuh di kelas dengar guru ngomong, yang perlu adalah anak-anak harus difasilitasi, bentuk ruangan harus di ubah, layout diubah, kurikulumnya harus diubah juga,” lanjut Darmono.
Ketiga, pemerintah harus memberikan dukungan dengan menetapkan regulasi yang benar-benar dapat mendukung implementasi revolusi industri 4.0. Hingga saat ini dukungan pemerintah dianggap masih belum maksimal seperti rencana pemberian super deductable tax bagi investor yang intens melakukan inovasi dan research and development (R&D). Namun kebijakan ini juga dianggap belum final lantaran belum ada kepastian kapan ditetapkannya.
“Pemerintah harus merubah peraturannya, jangan peraturannya yang jaman dulu disuruh pakai sekarang. Nah, untuk merubah itu harus banyak ngobrol harus sering bersama berkolaborasi dan berkomunikasi,” kata Darmono.
Terkait dengan hal itu, Darmono menyatakan akan bekerjasama dengan Universitas Glasgow, Inggris untuk bersama-sama mendorong peningkatan SDM nasional. Menurutnya dengan banyak belajar dan menjalin kemitraan dengan universitas tertua keempat di dunia ini, SDM Indonesia akan semakin siap menghadapi revolusi industri 4.0.
“Pemerintah bersama universitas harus mempersiapkan skill yang baru agar lebih siap (menghadai revolusi industri 4.0) dengan memanfaatkan kesempatan yang baru ini. Yang terlambat nggak berbuat apa – apa ya rakyatnya akan nganggur tapi yang giat mengadopsi suasana baru ini rakyatnya akan jadi makmur,” pungkas dia. (Kormen)