Oleh Nicolaas E. Kuahaty
Penulis adalah Pengamat Kebijakan Infrastruktur dan Kandidat
Doktor Studi Kebijakan UGM

“Ini tentang keadilan sosial,” sebuah jawaban tegas dan lugas Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada saat membuka acara Kongres GMNI Tahun 2017 di Manado, Sulawesi Utara. Presiden Jokowi, saat itu, ditanya seputar gencarnya perhatian pemerintah saat ini, dalam membangun Papua, terutama pembangunan infarstruktur jalan di pedalaman Papua atau lebih dikenal dengan trans Papua.

Patut dipahami, perhatian pemerintah saat ini untuk Papua dilatarbelakangi ketimpangan yang sangat lebar dalam berbagai aspek sosial ekonomi dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Ketimpangan tersebut merupakan dampak tidak meratanya pembangunan infrastruktur terutama di Papua. Pembangunan infrastruktur lebih diprioritaskan pada wilayah barat Indonesia seperti di pulau Jawa. Sementara di Papua pembangunan infrastruktur lebih diprioritaskan pada ibukota pemerintahan propinsi dan atau kabupaten sebagai pusat pertumbuhan.

Paradigma pendekatan pembangunan centris pada daerah pertumbuhan diharapkan akan memberikan trickle down effect terhadap daerah belakangnya (pheripery) ternyata jauh dari harapan. Justru melahirkan ketimpangan yang semakin lebar yang di tandai dengan kemiskinan yang tinggi. Data BPS tahun 2016 menunjukan secara nasional kemiskinan di Papua dan Papua Barat menempati peringkat teratas daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Di mana peringkat pertama Propinsi Papua sebesar 28,40 % (914,9 ribu jiwa) dan peringkat kedua Propinsi Papua Barat 24,88% (223,6 ribu jiwa). Secara khusus kabupaten Kaimana yang menjadi lokus penelitian ini memiliki tingkat kemiskinan sebesar 18,60 % dimana kemiskinan terbesar berada di desa yaitu sebesar 37,94 % dan kota sebesar 5,68% (BPS Kaimana, 2014). Itu berarti terdapat hampir 38 orang miskin dari 100 orang penduduk yang tinggal di pedesaan.

Keterisolasian wilayah menjadi faktor utama memengaruhi kondisi kemiskinan di Papua. Chambers (1998) menyebutkan salah satu dimensi penting yang ikut memengaruhi kemiskinan adalah keterisolasian secara geografis maupun sosiologis. Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih dan listrik. Kondisi geografis dalam konteks pembangunanan wilayah dapat dianggap sebagai kondisi yang ikut memengaruhi dengan topografi lereng yang ekstrim dengan densitas penduduk rendah. Selain itu, keterbatasan infrastruktur jalan sebagai penunjang aksesibilitas dalam pergerakan orang, barang dan jasa menyebabkan penduduk khususnya yang berada di daerah pedalaman atau yang berada dikawasan belakang sulit keluar dari problem sosial ekonomi tersebut.

Menurut Kasiyanto (1996) bahwa jumlah penduduk di kampung-kampung di Papua sangat tipis, sehingga pemerintah rugi besar kalau mengalokasikan dana besar untuk pembangunan jalan. Sebaiknya alokasi dana besar tersebut diarahkan ke kebutuhan lain yang lebih mendesak dalam wujud bantuan sosial seperti Bantuan Langsung Masyarakat, Bantuan Beras Miskin(Raskin) bertujuan peningkatan taraf hidup masyarakat dimana masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan pangan dan meningkatnya uang beredar dikampung melalui kegiatan yang direncanakan dan dikerjakan sendiri oleh masyarakat. Namun penulis mengamati, program ini hanya menolong masyarakat untuk jangka pendek bahkan berdampak pada ketergantungan terhadap bantuan sosial dan tidak menolong masyarakat mandiri.

Persoalan Aksesibelitas Penduduk

Untuk itu kebijakan pembangunan haruslah diarahkan untuk mendorong masyarakat mandiri dan bersifat jangka panjang. Infrastruktur jalan merupakan salah satu prasarana yang vital dalam upaya meningkatkan pembangunan wilayah dan memperbaiki kesejahteraan rakyat, khususnya bagi penduduk di wilayah perdesaan.

Tersedianya jaringan jalan di perdesaan dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, serta dibangun pada lokasi yang tepat, akan mampu meningkatkan aksesibilitas penduduk di wilayah yang bersangkutan terhadap prasarana dan sarana dasar, sosial, dan ekonomi yang dibutuhkan. Meningkatnya aksesibilitas memberikan peluang yang lebih besar bagi penduduk perdesaan untuk menjalankan beragam aktivitas sosial dan ekonomi untuk memperbaiki kesejahteraannya.

Misalnya, kawasan pedalaman Mairasi, yang merupakan salah satu wilayah di kabupaten Kaimana yang berada pada kawasan belakang (pheripery) dan masih terisolasi. Kondisi ketidakberdayaan mengakses pasar menjadikan penduduk kawasan tersebut hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (makan) belum melakukan kegiatan dalam skala ekonomi atau econnomic of scale. Kawasan ini sangat potensial dengan sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi seperti pala,kopi, kulit kayu masohi dan lawang namun belum dapat dieksploitasi secara maksimal.

Sepertinya rasa keadilan masih jauh dari keberadaan penduduk kawasan pedalaman Mairasi. Pembangunan jalan merupakan bentuk pemerataan untuk memperkecil ketimpangan sosial ekonomi yang dialami penduduk di kawasan pedesaan. Padahal, pembangunan jalan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan sosial ekonomi penduduk kawasan pedesaan Mairasi sebagai wujud keadilan sosial. Di mana keadilan sosial diindikasikan dengan kemudahan akses pendidikan, akses kesehatan, akses ke pasar dan akses perbankan. Karena dalam jangka panjang perbaikan aksesibiltas melalui pembangunan jalan akan berdampak pada pembangunan manusia yaitu pendidikan, kesehatan dan paritas daya beli yang pada gilirannya akan memperkecil ketimpangan.

Jadi, penduduk kawasan perdesaan akan sulit keluar dari lingkaran setan kemiskinan seperti kata Ragnar Nurkse (dalam Kuntjoro,1997), adanya keterbelakangan, ketidaksempumaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktifitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya (lihat Gambar 1 )

Untuk itu dibutuhkan sebuah tindakan revolusioner berupa investasi sosial yang berdampak ekonomi melalui pembangunan infrastruktur jalan. Jalan menjadi pengungkit (levarege) terhadap problem sosial ekonomi penduduk di kawasan pedesaan. Pertanyaan mendasar bagi penduduk kawasan pedesaan dengan ciri pertanian yang potensial. Bagaimana cara penduduk dapat meningkatkan produktivitasnya. Jika pola angkut hasil produksi dan kebutuhan barang jasa lainnya masih menggunakan pola angkut tradisionil menggunakan orang atau hewan, maka tidak akan pernah mereka keluar dari lingkaran setan kemiskinanan.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Amarta Sen (1981) bahwa, penyebab dari langgengnya kemiskinan, ketidakberdayaan, maupun keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Dalam hal ini, kemiskinan diakibatkan oleh keterbatasan akses. Masyarakat dibatasi pilihanya dalam menentukan keberlangsungan untuk kehidupannya. Apabila manusia dibatasi dan tidak diberikan akses maka itu artinya manusia hanya melakukan apa yang terpaksa dilakukan bukan apa yang seharusnya dilakukan. atas dasar hal itu, maka potensi untuk mengembangkan hidup menjadi terhambat dan pada akhirnya menimbulkan kontribusi untuk menciptakan kesejahteraan bersama yang lebih kecil.

Dengan demikian, kebijakan pembangunan infrastruktur jalan sebagai wujud perbaikan aksesibilitas telah berdampak siginifikan terhadap perubahan sosial ekonomi penduduk kawasan pedesaan Papua, yaitu pada akses pendidikan, akses kesehatan, akses ke pasar dan akses perbankan. Perbaikan tersebut sekaligus memastikan bahwa telah terjadi pengurangan ketimpangan terhadap penduduk kawasan pedesaan di Papua yang diindikasikan dengan makin meningkatnya penduduk usia sekolah melanjutkan pendidikan lanjutan ke kota, selain itu penduduk lebih mudah mengakses pelayanan kesehatan baik yang ada di kampung maupun untuk penanganan penyakit yang membutuhkan tingkat pelayanan yang lebih tinggi di kota.

Kemudahan akses ke pasar, membuat penduduk dapat meningkatkan aktivitas jual beli, bahkan akses perbankan semakin meningkat. Perubahan sosial ekonomi tersebut berhubungan dengan pembangunan manusia yaitu pendidikan, kesehatan dan paritas daya beli. Jalan merupakan perwujudan dari keadilan sosial. Jalan mampu mengubah pola perpindahan orang barang dan jasa, dari pola tradisionil menggunakan manusia dan hewan sebagai alat transportasi ke pola modern menggunakan alat angkut bermesin. Dengan demikian pembangunan jalan di kawasan pedesaan Mairasi merupakan urat nadi sosial, urat nadi ekonomi, dan sebagai jembatan ideologis dalam pemenuhan asas keadilan sosial.

 

 

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *