(Bisnistoday.com)-Internet telah memberikan kontribusi yang
demikian besar bagi kemajuan masyarakat, industri maupun pemerintah. Apalagi
dengan kehadiran smartphone yang memudahkan setiap orang untuk mengakses internet
secara mobile. Tak mengenal batasan usia, pendidikan, status sosial dan
lainnya.

Kehidupan masyarakat saat ini kian terbantukan oleh
kecanggihan teknologi sehingga
 
memungkinkan setiap tugas harian diselesaikan  secara mobile dan multitasking. Tak  hanya dinikmati kaum perkotaan, tapi
masyarakat desa terpencil sekalipun. Apalagi mereka sudah mulai terbiasa dengan
membaca berita lewat ponsel, pasang status di media sosial face book dan
  berkicau lewat twiter, istagram. Teknologi
internet telah menjadi kebudayaan dan kebutuhan
 
masyarakat modern saat ini.

Menjadi kian ramai dengan hadirnya aktivitas lain yang lebih
produktif. Mempromosikan dan menjual produk secara online atau dikenal
e-commerce.
  Mudah, murah dan praktis
memang menjadi pertimbangan utama. Inilah era dimana
  konsumen kian praktis disuguhi berbagai
penawaran saat membuka pintu dunia maya..

 

Sementara untuk urusan transaksi keuangan, kini semua dapat
diselesaikan dengan ATM dan aplikasi mobile banking. Sebagian besar masyarakat
saat ini tak lagi pernah lagi datang ke bank jika tidak ada urusan mendesak.
Segala urusan dan verifikasi data perbankan
 
semakin mudah.  Sementara untuk
urusan kebutuhan peminjaman
  kini lebih
melirik produk finansial berbasis teknologi (tekfin/ fintech) dan P2P lending.

Lihat saja model bisnis e-commerce telah berkembang
signifikan. Tidak hanya di sektor ritel atau pasar untuk produk, tetapi juga
layanan transportasi, seperti Go-Jek, Uber, Grab, juga layanan keuangan seperti
modalku, UangTeman, pinjam,
  TCASH,
Crowde, dan ragam pemain lainnya . Layanan keuangan ini yang sekarang dikenal
dengan istilah Fintech (Financial Technology)
 
memang sedang booming.

Salah satu faktor pemicu tumbuhnya penggunaan layanan
e-money, ialah,
  ramainya para operator
atau penyedia fasilitas ini. Apalagi penggunaannya yang memakai metode
sederhana membuat pengguna layanan operator bisa langsung memanfaatkannya.

Kehadiran fintech  di
pasar Indonesia memiliki fokus yang berbeda.
 
Seperti Lending platform (peminjaman), payment gateway (alat pembayaran),
P2P, platform perbandingan layanan bank dan asuransi, merupakan beberapa
layanan start-up fintech yang sedang tren di Indonesia. Untuk start-up fintech
yang telah berdiri dan menjalankan bisnisnya di Indonesia, antara lain CekAja,
UangTeman, CekPremi, Bareksa, Doku, Veritrans, Kartuku, Halomoney, Modalku,
TCASH, Crowdo, pinjam, dan sebagainya.

Konsep aplikasi 
yang  mempertemukan pendana dan
peminjam secara daring melalui sistem peminjaman, ini, disebut-sebut lebih
efektif dan efisien dibandingkan dengan sistem perbankan tradisional dengan
konsep peer-to-peer (P2P) lending dan urun dana (crowdfunding).
  Apalagi di Indonesia, disebut sebut baru 19
persen penduduk yang menggunakan bank. Artinya, masih ada 81 persen dari
penduduk Indonesia yang belum menggunakan bank, dan ini dapat menjadi pasar
potensial untuk bisnis fintech.

Dengan bergesernya pola prioritas dan konsumsi di generasi
milennial, ditambah kecanggihan teknologi dan tersedianya produk fintech,
pilihan produk keuangan bagi mereka akan semakin banyak dan beragam.
  Ragam kebutuhan layanan jasa keuangan yang
selama ini direpotkan dengan segudang persyaratan, kini bisa diselesaikan hanya
melalui sarana smartphone.

Masyarakatpun dihadapkan dengan perbandingan layanan yang
ditawarkan oleh perbankan selama ini dengan perusahaan. Semakin tumbuh suburnya
industri fintech banyak diyakini bakal menjadi tekanan dan bahkan bukan tidak
mungkin suatu saat mematikan industri perbankan. Apakah sektor perbankan
  tak lagi memiliki masa depan? Karena generasi
milennial yang lahir di era ponsel kian dimanjakan dengan pelayanan serba
  instan. Perusahaan-perusahaan fintech
menawarkan beragam kemudahan untuk berbagai transaksi keuangan mulai dari
pembayaran tagihan, transfer, virtual assistance hingga pembelian polis
asuransi sampai fasilitas kredit via online.

Masalah perbankan zaman now ini begitu mengemuka dalam acara
diskusi bertajuk Wajah Baru dan Tantangan Perbankan Indonesia di Zaman Now, di
Gedung BNI Pusat, Jakarta, Jumat (6/4/2018). Diskusi ini menghadirkan
narasumber Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Ryan Kiryanto,
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance
  (Indef)Bhima Yudistira  dan 
Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan.

Ryan Kiryanto, dalam paparanya, mengakui  posisi bank saat ini terutama menghadapi
gempuran kemajuan teknologi yang semakin pesat di sektor keuangan. Namun bagi
Ryan, kemajuan teknologi bukan hal yang bisa dihindari,
  tapi harus dikelola dengan baik agar
eksistensi perbankan bisa terjaga.

Menurut Ryan, jangan sekali-kali mendudukkan posisi fintech
sebagai rival tapi sebagai partner, harus berkolaborasi. Seperti
  kerjasama, misalnya BNI dengan Go-Pay.
Perbankan juga kata Ryan harus melakukan antisipasi dan mengikuti setiap perubahan.
Apalagi BNI memiliki beberapa cabang di luar negeri. “Kami sudah memikirkan apa
yang kami lakukan. Ya jika kita tidak do something malah do nothing ya kita
akan lewat, kalah. Kita manage dengan baik sehingga kita bisa menjadi pemenang
atau the winner jangan jadi the loser,” ujarnya.

Sementara Bhima Yudhistira, melihat, hadirnya fintech,
tentu
  menjadi ancaman serius bagi
perbankan, terutama bank-bank bermodal kecil, dalam menyalurkan kredit untuk
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Bank, terutama yang masuk kategori BUKU
I dan II, harus meningkatkan kapasitas teknologi jika ingin tidak tergerus
dengan fintech.

Karena Fintech yang memiliki keunggulan kapasitas teknologi,
akan lebih mudah mengekspansi kredit UMKM, sekaligus memitigasi risiko kredit,
dibanding perbankan. Fintech bisa memakan bisnis di segmen kecil dan menengah
yang merupakan fokus bisnis di bank BUKU I dan II. Bank Umum Kegiatan Usaha
(BUKU) I merupakan bank dengan modal inti di bawah 1 triliun rupiah, sedangkan
BUKU II merupakan bank dengan modal inti antara 1-5 triliun rupiah.

Bank dalam dua kategori itu, kata dia,  memiliki pasar utama penyaluran kredit kepada
pelaku UMKM. Namun, Bank BUKU I dan II masih sangat hati-hati dalam menyalurkan
kredit karena potensi kredit bermasalah dari pelaku UMKM. Sementara fintech
memiliki keunggulan produk teknologi, salah satunya aplikasi psychometric
credit rating, yang dapat digunakan untuk menyeleksi debitur guna mencegah
terjadinya gagal bayar.

Dengan keberadaan teknologi itu, fintech lanjut Bima,  lebih percaya diri untuk meningkatkan
penetrasi kredit ke UMKM, dibanding Bank BUKU I dan II. Selain itu, kehati-hatian
Bank BUKU I dan II juga bertambah karena rasio kredit bermasalah
(Non-Performing Loan/ NPL) pada Februari lalu meningkat dibanding Januari 2018.

Pendapat senada juga disampaikan Ketua Asosiasi Analis Efek
Indonesia (AAEI) Haryajid Ramelan. Menurutnya, kehadiran fintech tentu
memberikan ancaman terhadap perbankan.
 
Oleh karena itu siapa yang bayar mahal dengan berbagai inovasi, dia akan
memenangkan persaingan. “Bank jangan
 
bangga dengan aset besar karena bisnis perbankan akan menghadapi perubahan
besar. “Harus ada kolaborasi kalau ingin ga mati. Kehadiran fintech tak bisa
dihalangi karena saat ini akan
  ada
terjadi pola pergeseran orang investasi dan menabung,”ujarnya.

Tak hanya di sektor perbankan. Haryajid juga menyebutkan di
sektor pasar modal juga demikian. Karena berkembang pesatnya pertumbuhan
investor pasar modal saat ini membawa berkah terhadap pertumbuhan transaksi dan
likuiditas di pasar. Namun ironisnya, di balik pertumbuhan investor tidak
dibarengi pertumbuhan profesi analis pasar modal. Apalagi, seiring dengan
pesatnya pertumbuhan teknologi informasi membuat beberapa profesi akan
digantikan oleh sistem teknologi informasi.

Gejala itu mulai dirasakan oleh para analis saham saat ini.
Bahkan, dalam 10 tahun mendatang, profesi itu diprediksi bakal tiada. ”Profesi
analis saham akan hilang dalam waktu 5 sampai 10 tahun mendatang,“ ujarnya.
(kormensius barus)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *